Friday, May 6, 2016

Said Bin Jubair RA



Hajjaj Bin Yusuf adalah seorang gubernur yg terkenal sangat zhalim. Walapun pada masa ia berkuasa, ia sering menyebarkan agama, tetapi jika dibandingkan dengan gubernur yang adil dan beragama, ia termasuk gubernur yang zhalim. Orang-orang pun sangat berhati-hati terhadapnya.

Sa'id bin Jubair r.a dan Ibnu Asy'ats telah bergabung untuk bersama-sama menentang Hajjaj bin Yusuf. Hajjaj bin Yusuf adalah gubernur penasehat Raja Abd Malik bin Marwan. Sa'id bin Jubair adalah seorang Tabi'i dan ulama besar yang terkenal. Orang-orang bangsawan terutama Hajjaj sangat benci dan memusuhi Sa'id disebabkan perlawanan yang selalu dilakukannya, sehingga terjadilah peperangan diantara keduanya.

Di dalam peperangan itu, Hajjaj tidak berhasil menangkap Sa'id. Setelah mengalami kekalahan, diam-diam Sa'id pergi ke Makkah al Mukarromah.

Akhirnya pihak pemerintah mengirim seorang utusan khusus untuk ditugaskan sebagai Hakim di Makkah. Sebelum ditugaskan, Hakim tersebut telah dipanggil untuk menemui Hajjaj.

Setelah sampai di Makkah, Hakim yg baru langsung membacakan Khutbah di hadapan orang-orang dan diakhir Khutbahnya ia membacakan perintah gubernur Hajjaj bahwa barangsiapa yg melindungi Sa'id bin Jubair, maka ia berada dalam bahaya. Bahkan hakim itu telah bersumpah kepad dirinya bahwa jika ia menjumpai Sa'id di rumah seseorang, maka pemilik rumah itu wajib dibunuh. termasuk tetangganya dan orang yg mengetahui hal itu dan menyembunyikannya.

Singkat cerita, akhirnya Sa’id bin Jubair berhasil ditangkap di Makkah. Lalu ia dikirim menemui Hajjaj. Setelah tertawan, Hajjaj dapat menumpahkan semua kemarahannya kepadanya, bahkan ia dapat membunuhnya. Ketika Sa’id dipanggil kehadapannya, ia ditanya :
Hajjaj : ”Siapa namamu?”
Sa’id : ”Namaku Sa’id”
Hajjaj : ” Anak siapa?”
Sa’id : ”Anak Jubair.” (Sa’id artinya orang baik, Jubair artinya sesuatu yang sudah diperbaiki). Walaupun nama bukan hal utama, namun nama baik ini tidak disukai oleh Hajjaj. Ia berkata, ”Tidak namamu adalah Syaqi bin Kusair, (Syaqi artinya orang jahat, Kusair artinya sesuatu yang sudah pecah).
Sa’id : ”Ibuku lebih mengetahui namaku daripadamu.”
Hajjaj : ”Kamu orang jahat dan ibumu pun orang jahat.”
Sa’id : ”Ada yang lebih mengetahui hal yang ghaib selainmu.” (Yaitu Allah yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib).
Hajjaj : ”Lihatlah, kamu akan mati terpotong-potong (kusair, terpecah-pecah) olehku.”
Sa’id : ”Ibuku telah memberi nama dengan benar.”
Hajjaj : ”Sekarang aku akan tukar kehidupanmu dengan mengirimmu ke neraka.”
Sa’id : ”Jika aku tahu hal ini adalah usahamu, mungkin kamu akan disembah.”(maksudnya jika Hajjaj yang memiliki neraka, mungkin sudah sejak lama ia disembah orang)
Hajjaj : ”Bagaimana aqidahmu sebagai pengikut Rasulullah?”
Sa’id : ” Beliau adalah Nabi pembawa rahmat dan Rasulullah yang telah dikirim ke seluruh alam dengan nasehat yang sempurna.”
Hajjaj : ”Bagaimanakah pendapatmu tentang para khalifah?”
Sa’id : ” Itu bukan urusanku. Setiap orang mengetahui tanggung jawabnya masing-masing.”
Hajjaj : ”Apakah kau mengatakan tentang mereka baik atau buruk?”
Sa’id : ”Bagaimana aku mengatakan hal yang tidak aku ketahui? Aku hanya mengetahui tentang diriku.”
Hajjaj : ”Siapakah diantara mereka yang paling kamu sukai?”
Sa’id : ”Orang yang paling diridhai oleh Allah.” dalam sebagian kitab disebutkan, jawabannya adalah, ”Masing-masing akan terlihat jelas.”
Hajjaj : ”Siapakah yang paling diridhai Allah?”
Sa’id : ”Itu hanya diketahui oleh Yang Maha Memegang hati manusia dan Memiliki seluruh rahasia.”
Hajjaj : ”Apakah Ali berada di surga atau di neraka?”
Sa’id : ”Jika aku telah pergi ke surga dan neraka, lalu aku melihat isinya, maka aku baru dapat menjawabnya.”
Hajjaj : ”Pada hari kiamat, aku termasuk orang yang bagaimana?”
Sa’id : ”Aku tidak mengetahui tentang yang ghaib.”
Hajjaj : ”Kamu tidak jujur kepadaku.”
Sa’id : ”Aku tidak berbohong kepadamu.”
Hajjaj : ”Mengapa kamu tidak pernah tertawa?”
Sa’id : ”Tidak ada yang patut ditertawakan. Bagaimana mungkin manusia bisa tertawa sedangkan ia terbuat dari tanah. Dan kita akan dibangkitkan pada hari Kiamat, dan setiap siang malam kita selalu dalam fitnah dunia.”
Hajjaj : ”Kalau aku suka tertawa.”
Sa’id : ”Jika demikian, kita memang diciptakan dalam keadaan yang berbeda-beda.”
Hajjaj : ”Aku sekarang akan membunuhmu.”
Sa’id : ”Penyebab kematianku sudah tertulis sejak dulu.”
Hajjaj : ”Aku lebih dicintai oleh Allah daripadamu.”
Sa’id : ”Aku tidak mau mendahului Allah sebelum aku mengetahui derajatku sendiri. Allah-lah yang mengetahui hal-hal yang ghaib.”
Hajjaj : ”Mengapa aku tidak bisa memberanikan diri, padahal aku adalah termasuk raja-raja? Dan kamu termasuk golongan pembangkang yang melawan kekhalifahan.”
Sa’id : ”Aku tidak mau terpisah dari jamaah, aku tidak menyukai fitnah. Dan apa yang telah menjadi takdirku aku tidak mampu menolaknya.”
Hajjaj : ”Apa yang kami kumpulkan untuk Amirul Mukminin, bagaimana menurutmu?”
Sa’id : ”Aku tidak tahu apa yang kamu kumpulkan.”
Kemudian Hajjaj menyuruh pelayannya untuk mengambil emas, perak, pakaian, dan lain-lainnya, lalu harta itu diletakkan di hadapan Sa’id.
Sa’id : ”Ini adalah hal yang baik jika kamu tunaikan syarat-syaratnya
Hajjaj : ” Apa syarat-syaratnya?”
Sa’id : ” Syaratnya ialah belilah sesuatu dengan harta ini yang dapat memberikan keamanan pada hari kiamat, ketika semua manusia berada dalam kebingungan. Pada hari ketika ibu yang menyusui melupakan bayinya, pada hari ketika wanita hamil menjadi gugur kandungannya. Selain itu, seseorang tidak dapat memperoleh sesuatu yang lebih bernilai kecuali yang bermanfaat.”
Hajjaj : ”Apakah yang kami kumpulkan ini tidak baik?”
Sa’id : ”Kamu yang mengumpulkannya, tentu kamu yang mengetahui kebaikannya.”
Hajjaj : ”Apakah ada diantara benda itu yang kamu sukai?”
Sa’id : ”Apa yang disukai Allah, itulah yang aku sukai.”
Hajjaj : ”Binasalah kamu.”
Sa’id : ”Kebinasaan hanyalah bagi orang yang dijauhkan dari surga dan dilemparkan ke dalam neraka oleh Allah.”
Hajjaj gelisah, ”Katakanlah kepadaku, bagaimanakah caranya aku harus membunuhmu?”
Sa’id : ”Terserah dengan cara apapun yang kamu sukai.”
Hajjaj : ”Apakah aku harus mengampunimu?”
Sa’id : ”Ampunan adalah milik Allah swt. Ampunanmu tidak bermanfaat sedikitpun.”
Hajjaj (menyuruh algojonya), ”Bunuhlah dia.”

Kemudian Sa’id dibawa keluar oleh algojonya, dan Sa’id tertawa. Ketika perbuatan itu disampaikan kepada Hajjaj, maka Sa’id di panggil kembali untuk ditanya. ”Mengapa kamu tertawa?”
Sa’id : ”Aku mengagumi keputusan Allah dan aku tertawa karena kasih sayang-Nya kepadamu.”(maksudnya ia takjub atas keberanian Hajjaj kepada Allah, sedangkan Allah begitu pengasih kepada Hajjaj)
Hajjaj : ”Aku membunuh orang yang memecah belah kaum muslimin.”
Lalu Hajjaj menyuruh algojonya, ”Potonglah lehernya dihadapanku.”
Sa’id : ”Ijinkan aku shalat dua rakaat.”
Sa’id melaksanakan dua rakaat shalat, lalu menghadapkan mukanya ke arah kiblat, dan membaca,

”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (Al-An’am:79)

Hajjaj : ”Palingkanlah wajahnya dari kiblat. Arahkan wajahnya ke kiblat orang-orang Nasrani, karena ia telah memecah belah kaum muslimin dan telah menimbulkan perselisihan di antara mereka.” wajah Sa’id pun dipalingkan dari kiblat. Lalu Sa’id membaca,

”Maka kemana pun kamu palingkan wajahmu, di situlah wajah Allah.” (Al-Baqarah:115)

Hajjaj : ”Telungkupkan wajahnya! Kita bertanggung jawab atas perbuatannya yang terlihat.”
Lalu Sa’id membaca,

”Darinya (tanah) Kami menjadikanmu, dan kepadanya kami akan mengembalikanmu, dan darinya kami akan mengeluarkanmu pada kali yang lain.” (Thaaha:55)

Hajjaj : ”Bunuh dia.”
Sa’id : ”Aku bersaksi atas perbuatan ini. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan-Nya. Wahai Hajjaj, ingatlah jika nanti pada hari kiamat, aku berjumpa denganmu, aku akan menuntutmu.” lalu Sa’id pun mati syahid. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
Setelah kematiannya, banyak darah mengalir dari tubuhnya, sehingga Hajjaj kaget. Hajjaj bertanya kepada tabibnya, jawab tabibnya, ”itu karena ketenangan hati Sa’id. Sedikitpun ia tidak takut menghadapi kematiannya, sehingga darahnya mengalir sesuai kadarnya. Berbeda dengan orang yang takut menghadapi kematian, darahnya membeku sebelum ia mati.

~Kisah Nabi dan Sahabat~

No comments:

Post a Comment